Biduk Cinta
CERITA HATIBuat temen-temen yang ingin hiburan atau mau dihibur karena sedih,atau butuh teman cerita saat susah maupun bahagia.
Ini hanya berisi cerita-cerita karangan aku sendiri.
aku juga butuh teman buat curhat.
Bisa juga di 11lutfi.aulia@gmail.com
Sebenarnya,semua berasal dari HATI dan CINTA
BIDUK CINTA DI
PESANTREN
“Z
|
am, kalau anta ndak mau ma’afin ana , ndak apa-apa,tapi anta tak
perlu berkata seperi itu ke ana. Makasih buat semuanya ! “ kata-kata itu selalu
terngiang-ngiang ditelingaku. Suara gadis manis itu selalu membuatku sangat
menyesal telah menyakiti perasaanya. Ya, namaku Firdaus
MuAzzam,aku biasa dipanggil Azzam.
Aku belajar disebuah pondok pesantren bernama Al-Huda,dimana
ditempat itulah aku mulai merasa menyukai seseorang di usia mudaku , dan disana
pulalah aku mendengar kata-kata itu.
Semuanya berawal
dari pertama kali aku masuk ke pesantren Al-Huda,
pesantren tempatku belajar ini merupakan pesantren putra putri . Walaupun
begitu tentu ada jarak antara asrama putra dan asrama putri , yaitu sederet
ruang kelas dan rumah Kyai. Aku ditempatkan satu kamar dengan seniorku, mereka
dua tahun lebih tua dariku. Mereka Ahsan, Fahmi dan Ardi.
Tapi, sudah menjadi kebiasaan di pondok, jika santri laki-laki dipanggil “Kang”
dan santri putri dipanggil “Mbak”.
“Azzam, eh Kang Azzam,ayo
cepetan ke lantai atas ,keburu Pak Kyai datang !”ajak Ahsan
,salah satu teman satu kamarku , yang katanya paling ganteng di pondok ini.
Setelah mengaji, aku bermaksud segera
kekamar dan tidur, karena sudah tidak ada jam pelajaran lagi. Tetapi aku
dihadang oleh Ardi dan Fahmi yang juga teman satu kamarku. “ Zam kamu
lihat itu, Kang Ahsan”. Kata Ardi. “Memangnya kenapa Kang?” tanyaku
sedikit cuek. “Kamu ndak tau to ,Zam. Itu Ning Azizah,cucu
Kyai pondok sebelah. Astaghfirullah, wajahnya yang manis itu ,buat hati jadi
tenang, sudah cantik, sholihah, cucu kyai ,pandai pula” Jawabnya. “Apakah benar
sebegitu sempurnanya dia itu Kang”. Gurauku. “Ya, memang dia juga
manusia biasa seperti kita, dan sekarang hatinya sudah jatuh ke tangan Ahsan, ya sudah biarkan mereka berdua, ayo kita
turun.” Ajak Ardi. Aku tidak begitu tertarik
dengan apa yang mereka katakan, toh tujuanku ke pondok ini untuk menuntut ilmu.
Aku segera turun ke bawah dan buru-buru ingin tidur, tapi tiba-tiba “ Kang
Azzam !” . terdengar suara yang kukenal
memanggilku. “Ya, Kang Ahsan, ada
apa?”. Tanyaku pada pemilik suara itu yang ternyata Ahsan.
“Karena anta tadi juga lihat siapa yang ana temui, ana mohon sama anta, jaga
rahasia ini baik-baik ya, ana ndak mau ada santri lain yang tau, yang tau hanya
Kang Ardi, Fahmi
dan anta. Ana mohon sama anta, biarkan ini jadi rahasia kita. Ana percaya sama
anta” Katanya. “Hmmm, baiklah Kang” Jawabku.
Dua bulan berlalu
aku berada di pesantren itu, dan aku kini telah mengenal seluk beluk tentang
islam, pesantren itu, tiga orang seniorku dan juga siapa itu Ning Azizah. Aku dengar dari santri lain kalau Kang
Ahsan menyukai Ning Azizah
dan begitupun sebaliknya. Pantas saja aku ssering melihat mereka melempar
senyum satu sama lain. Tapi mereka tidak memiliki hubungan apapun, ya, memang dalam
islam pacaran jelas dilarang, dan pastinya mereka mengetahui hal itu, apalagi Ning
Azizah yang dulunya sudah belajar agama di
banyak tempat. Jika kulihat dari dekat, memang Ning Azizah
berparas cantik, meskipun banyak juga Mbak-Mbak santri disini yang sama
cantiknya dengan Ning Azizah. Tapi memang Azizah memiliki karisma tersendiri dari dirinya
dibandingkan dengan santri putri lainnya. Senyumannya seakan membuat setiap
orang yang melihatnya merasa bahagia. Angan-anganku terus melayang-layang
seakan aku sudah mengenal Ning Azizah sejak
lama. “Azzam ! Bengong saja !”. Suara keras
tiba-tiba membuyarkan lamunanku. “Oh, Kang Ardi”
kataku spontan. “Bengong saja , anta lihatin siapa?” tanyanya. “Ndak ada kok Kang,
Ana Cuma kepikiran rumah, Kangen sama umi dan abi” Alasanku padanya. “Tumben
Anta ndak ikut tidur siang sama Kang Ahsan
dan Fahmi?” tanyaku membangun suasana. “Aku
sedang menunggu kesempatan,Zam” Jawab Ardi.
“Kesempatan, maksudnya apa Kang?” Tanyaku sedikit penasaran. “Kamu lihat
keluar!” perintahnya,aku pun segera menengok keluar. Tak berapa lama kulihat
seorang gadis berkerudung merah berjalan ke arah asrama putri,dan tak lain itu
adalah Ning Azizah, gadis yang selalu
dibicarakan oleh para santri. “Ning Azizah?
Hmmm, apakah anta menyukainya ,Kang?” tanyaku pada Ardi. Dia terdiam,namun tak berapa lama ia
tersenyum dan menjawab” Mungkun lebih tepatnya seperti itu ,Zam. Sejak berada
disini, aku sudah menyukainya. Namun ternyata kedua temanku juga punya rasa yang sama. Bahkan Ahsan telah mengatakannya padaku”. “Jadi,Kang
Fahmi,juga suka sama Azizah?” tanyaku lagi. “Memang dia mengatakan tidak suka pada Azizah, tapi perasaan tidak bisa dibihongi,
gerak-geriknya membuatku tahu, kalau dia sebenarnya suka dengan Azizah. Tapi, bagaimanapun kita bertiga sudah
berteman sejak lama, kita ndak mungkin bisa menyukai satu gadis yang sama,
apalagi sekarang, Ahsan sudah mengungkapakan
perasaannya pada Azizah. Ana mohon sama
anta, jaga rahasia ini, ana ndak mau kedua teman ana tahu tentang perasaan ana”
Jawabnya sebelum ia pergi meninggalkanku.
Aku begitu
terheran-heran,begitu istimewanya Azizah
dimata mereka. Azizah memang beruntung,
disukai oleh 3 pemuda yang istimewa. Fahmi,
santri paling pandai di pondok ini. Ahsan, ia
menguasai Bahasa Arab dan Inggris,yang kabarnya setelah lulus nanti, pak Kyai
akan mengirimnya untuk belajar di Al-Ahzar Mesir. Dan Ardi,
yang menurutku paling ideal. Orang tuanya memiliki perusahaan besar,ia
menguasai ilmu Nahwu dan hampir menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya. “Bagaimana
nanti kalau aku saingan sama mereka ya?” Gumamku dalam hati, entah apa yang ada
dibenakku sampai aku berpikir tentang semua itu.
Saat libuaran
tiba, aku diajak abiku kerumah kyainya dulu. Tak kusangka kalau ternyata itu
rumah kakek Azizah. Aku lihat abiku
berbicara dengan seseorang seumuran dengan beliau. Setelah sampai dirumah, aku
bertanya “ Abi, orang yang berbicara dengan abi tadi siapa? Teman Abi, atau
anak Kyai Abi?” . “ Oh tadi, dia teman semasa Abi dipondok, dia putra Kyai Abi,
ayah dari Azizah.” Jawab Abi. “Oh, jadi beliau
itu ayah Azizah?” kataku. “Jadi kamu sudah
tau Azizah? Memang, dia satu pondok dengan
kamu Zam.” Sekarang aku lebih tau siapa itu Azizah.
Tiap hari aku melihatnya pulang pergi ke pondok, entah apa yang aku rasakan,
kenapa semakin lama aku merasakan sesuatu yang aneh pada diriku ketika aku
melihat Azizah. “Aku harus menjaga
perasaanku, aku ndak mungkin saingan dengan ketiga temanku itu, aku tidak
mungkin bisa, biarkan cukup mereka saja yang merasakan rasa ini.” Kataku dalam
hati menghibur diri. Kini aku tersadar apa yang membuat para santri
tergila-gila dengan Azizah. Dia memang hampir
bisa dibilang sempurna meski kenyataan tidak ada manusia yang sempurna.
Tiap hari entah
mengapa rasa yang kurasakan semakin menjadi-jadi. Aku bingung kepada siapa aku
harus mengatakan hal ini. Akhirnya aku katakan pada Abiku “Abi,aku ingin
mengatakan sesuatu,tentang Ning Azizah.” .
“Oh,Abi juga ingin mengatakan sesuatu tentang Azizah
kepadamu”kata abi. “Abi Azizah,mengatakan
kalau ingin menjodohkan kamu dengan Azizah,Abi
kira itu hanya gurauan saja,tapi dia bilang jika itu bisa , maka kalian akan
dinikahkan untuk meneruskan pesantren milik kakek Azizah”Kata
Abi. Hatiku terasa seperti tersambar petir, aku kaget bukan kepalang mendengar
kata-kata abiku. “Apa, benarkah begitu Bi, aku bahkan belum selesai bersekolah,
masa belajarku masih panjang,dan bukankah kami masih terlalu kecil untuk
memikirkan hal itu? Azzam ndak mungkin
menyetujui itu semua Bi,dan juga, Azizah
tidak mengenalku” Kataku. “Sudahlah, jangan kau pikirkan, Pikirkan saja sekolah
dan mengajimu,biarkan ini jadi urusan orang
tua”Abiku memutuskan. Setelah kejadian itu, aku berusaha melupakan semua
cerita Abi,aku ingin fokus pada pendidikanku, karena aku juga ingin mendapatkan
beasiswa seperti ketiga temanku,Ahsan,Fahmi dan Ardi.
Mereka benar-benar telah mendapatkan beasiswa yang mereka inginkan. “Zam,
sebentar lagi anta jadi penguasa tunggal kamar tercinta kita ini, kita sebentar
lagi harus berpisah, semoga anta bisa menyusul kita ya ,kamu harus berusaha”
Kata Ardi.
Hari demi hari aku
lalui. Setelah Abi menceritakan tentang Azizah.
Kakek Azizah yang juga pemilik pondok
pesantren putri aku dengar beliau menginginkan beberapa santri putra dari
pesantren Al-Huda
kepesantrennya untuk mengajari para santri putri Hadrah. Dan kebetulan aku ikut
dalam grup hadrah pesantren Al-Huda, ya mau
ndak mau aku harus ikut mengajari para santri putri dari pesantren sebelah.
Tiap malam minggu aku,Kang Ahsan,Fahmi dan Ardi
khususnya serta beberapa santri lain yang juga ikut diutus oleh pak Kyai
mengajari para santri putri di pesantren kakek Ning Azizah.
Hal itulah yang membuatku semakin merasa tidak nyaman karena tiap minggu aku
harus bertemu dan bertatap muka langsung dengan Azizah
dan bagianku pula mengajari Azizah” Kenapa
harus aku?” batinku selalu mengatakan demikian. Dan tiap saat itu pula aku
melihat semakin akrabnya hubungan antara Ahsan
dan Azizah. Aku rasa mereka benar-benar akan
membina hunbungan yang serius. Karena sering bertemunya dengan Azizah,membuat hubungan kami semakin akrab,meski Azizah tak mungkin punya rasa padaku. Kita sering
bercerita tentang keluarga saat aku dan para santri putra dan putri berkumpul
untuk belajar hadrah. Semua itu membuat perasaanku tak karuan dan yang membuatku
tersadar,kalau sebenarnya aku menyukai Azizah.
“Kang Azzam…” Sapaan lembut tiba-tiba masuk terdengar ke
telingaku. Suara yang sering kudengar, ya Ning Azizah.
“Oh, iya Ning, ada apa? Tumben ada di sini,kan kita tidak ada jadwal latihan?”
tanyaku menghidupkan suasana. “Anta ndak usah panggil Ning, kita kan seumuran.
Panggil Ziza saja.” Katanya. “Rasanya kurang sopan saja kalau panggil anti
Ziza. Oh ya, anti tadi mau apa?” tanyaku padanya. “Hmm,sebenarnya ana tak
pantas melakukan ini,tapi ana mau minta tolang sama anta. Anta tau kan hubungan
ana sama Kang Ahsan? Dan anta pasti
tahu kalau Kang Ahsan sebentar lagi
mau belajar ke Mesir?” jawabnya. “Lalu, apa yang bisa ana lakukan untuk anti,Ziz?”
tanyaku . Aku mulai merasakan sesuatu yang mungkin bisa disebut cemburu.
“Begini, besuk Ahsan akan berangkat. Aku mau
minta bantuan anta nanti malam, buat nemenin ana sama Kang Ahsan bertemu untuk terakhir sebelum dia pergi,ana
mohon sama anta,nanti ana tunggu di belaKang masjid,ana mohooooon,cuma
anta yang bisa bantu ana.” Rengeknya. Batinku menjerit, bagaimana mungkin aku
mengantar temanku untuk bertemu dengan orang yang aku sukai? Tapi apa boleh
buat, aku akan bertahan pada tujuan utamaku disini . Belajar dan terus belajar.
“Baiklah,tapi hanya kali ini saja, apa Ning tidak takut dosa,melakukan hal
itu.” Kataku mengingatkan. “Aku juga bingung dengan semua ini,Zam. Tapi mau
bagaimana lagi, dari pada harus memendam semua perasaan ini” jawabnya yang kemudian
pergi begitu saja meninggalkanku di masjid dalam kesunyian.
“Zam, bagaimana
,apa anta mau temani ana bertemu dengan Azizah?”
Tanya Ahsan ketika aku baru saja kembali
kekamar. “Apa,San? Anta mau ketemu sama Ning Azizah?
Anta ndak takut ketahuan?”Tanya Fahmi
tiba-tiba. “Ya,Kang. Ana mau berangkat besok. Sedangkan bidadari hati
ana ,harus ana tinggalkan disini. Ana ingin bertemu dengannya sebelum ana
pergi” jawabnya, diwajahnya tergoreskan kata-kata kalau ia sebenarnya tak ingin
meninggalakan gadis pujaanya itu.”Kalau begitu semoga semuanya berjalan dengan
baik San. Dan ingat jangan lakukan apapun. Bagaimanapun Allah selalu melihat
kita. Ingat itu, ya sudah sekarang cepat temui Azizah”
Ardi menambahkan. “Ya, pasti akan ku ingat
semua itu, ayo Zam” ajaknya. Aku dan Ahsan
meninggalkan mereka berdua dengan raut wajah menahan sakit hati karena
mendengar kata-kata Ahsan. Bagaimanapun
tidak hanya mereka yang merasakan. Akupun juga merasakan hal yang sama. “ Sssst
, San, Zam. Ana disini, cepat kesini” suara pelan memanggil aku dan Ahsan. “Ziza “ kata Ahsan
“Iya Kang. Bagaimana ,anta sudah siapkan semua keperluan anta untuk
besuk. Jaga kesehatan anta disana. Ana akan tunggu anta disini San. Semoga
sukses disana.” Ujar Azizah. “pasti Ning,
aku sungguh-sungguh. Jika ana pulang dan ana sukses, ana akan segera melamarmu.
Anti juga jaga kesehatan disini. Ana akan segera kasih kabar kalau ana sudah
sampai disana” Fahmi mengatakan dengan penuh
kesungguhan. Selang beberapa detik setelah kata-kata Ahsan
tiba-tiba terdengar suara “Siapa disana, cepat keluar. Ini masjid, bukan tempat
untuk maksiat !” Suara itu membentak. Ternyata itu adalah pengurus pondok.
“Astaghfirullah,Ning Ziza,Azzam dan Fahmi ! Apa yang kalian lakukan disini. Apa kalian
ndak tau tentang aturan mahram? Ning, apa yang sebenarnya terjadi? Katakan
dengan jujur atau ana akan laporkan kejadian ini pada Pak Kyai dan kakek serta
Abah anti . “ Ancamnya. “Mmmm, ba..baik Ustadz. Jadi begini, saya mau meminjam
kitab pada Kang Azzam, karena punya ana
banyak yang kosong. Dan Kang Ahsan menemani agar tidak terjadi salah faham.”
Katanya dengan gugup,karena dia pasti tahu kalau semua itu bohong. “Azzam, benarkah begitu. Benar yang dikatakan
Ziza?” . “B..B..benar ustadz” jawabku dengan kebohongan pula. Aku melihat
sosok yang penuh ketakutan di wajah Azizah. Apa boleh buat,aku juga harus berbohong.
“Baiklah, aku percaya pada kalian. Azzam !
kalau saja Abimu bukan sahabat baikku,pasti sudah aku katakn ini semua pada
Abimu. Tapi aku menganggapmu seperti anakku juga. Jadi sekaraang cepat pergi ke
kamar kalian masing-masing. Dan kamu,Ahsan !
siapkan diri untuk besuk. Kamu harus berangkat pagi-pagi kebandara” Kata Ustadz
Amir. Entah itu peringatan atau apa,aku tak begitu mengerti. Tapi hanya satu
yang aku benci. Kenapa aku harus dijadikan kambing hitam dibalik hubungan
mereka?.
Keesokan harinya
tanpa banyak berpikir,aku menarik tangan Azizah
setelah mengaji. “Azzam ! apa-apa an anta
itu. Lepas !.” Jeritnya. Entah apa yang terjadi dalam diriku. Aku melakukannya
tanpa berpikir dengan matang. Aku terus mengikuti emosi yang terus
menggebu-gebu dalam diriku. “Baik ! Ziza. Jujur, aku ingin menanyakan ini pada
anti. Kenapa anti jadikan ana kambing hitam dibalik hubungan anti dengan Ahsan? Apa anti tidak punya perasaan. Apa anti
tidak memikirkan perasaan ana? Ana disini belajar. Ana tidak punya pelindung
seperti anti yang dilindungi oleh Pak Kyai dan Abah anti.” Kataku tanpa
memikirkan apa yang keluar dari mulutku. “Ma’afkan ana Zam, ana ndak bermaksud
menjadikan anta korban di kejadian kemarin. Sungguh,ana menyesal. Ana minta
ma’af. Ana melakukan itu untuk melindungi Ahsan.
Ana ndak mau kalau beasiswa Ahsan dicabut
gara-gara kejadian itu.” Jawabnya . “Jadi ini anti yang sebenarnya. Anti
melindungi seseorang dengan cara menyakiti perasaan orang lain. Anti benar-benar
ndak punya perasaan !” Bentakku. Entah ,aku tidak bisa menahan emosiku. “Zam,
kalau anta ndak mau ma’afin ana ,ndak apa-apa,tapi anta tak perlu berkata
seperi itu ke ana. Makasih buat semuanya ! “
Kata gadis itu sembari segera pergi dengan berlinang air mata. Apa ! apa
yang barusan aku perbuat? Aku membuat gadis yang kusukai menangis karena
kata-kataku. Sungguh bodoh aku saat itu,hingga aku menuruti emosiku.
Sehari setelah
hari itu berlalu. Tinggal aku sendiri yang menempati kamar. Kang Ahsan,Fahmi dan
Ardi telah berangkat menuntut ilmu di Mesir.
Sejak itu pula , saat belajar bersama Azizah,tak
ada satu katapun pernah terucap dari bibirnya. Aku merasa semakin bersalah.
Tapi,suatu hari yang tak kuduga datangnya”Azzam,
ana mau bicara” Suara Azizah padaku. “Iya”
Jawabku datar. “Ana sadar, kita ndak boleh memendam benci,sungguh ana minta
ma’af” katanya . “Ziza, semua itu juga salahku. Sungguh ,aku juga minta ma’af
pada anti. Sekarang kita sudah impas”. Setelah semua itu. Hari-hariku bersama
Ziza semakin membaik. Tak terasa sudah lebih dari lima tahun aku dipondok ini,
dan sekarang aku sudah mendapatkan gelar ustadz dan guru pengajar di pondok ini,beberapa
bulan yang lalu pun aku baru pulang belajar dari Malaysia. “Azzam,kamu sudah lama disini,sekarang ana mau
bicara tentang pernikahan kamu dan Azizah
seperti yang sudah saya rencanakan dengan
abimu” kata Abah Azizah suatu hari padaku.
“Jujur Gus, ana memang menyukai Ning Azizah,tapi
bagaimana mungkin saya menikahi orang yang tidak menyukai saya?” jawabku penuh
kecewa. “Kata siapa Ziza tidak menyukai anta Zam” Tiba-tiba suara itu menyahut.
Azizah,ya, pemilik suara itu. “Bagaimana
mungkin? Bukankah anti menunggu Ahsan?”
tanyaku tak percaya. “Ziza sudah bilang pada Abi. Dan sebenarnya ana juga sudah
tahu dengan perjodohan ini. Beberapa bulan yang lalu, ana mendapat kabar dari Ahsan. Dia bilang ke ana, kalau dia tidak bisa
mempertahankan hubungan ana dengan dia. Dia bilang dia menyukai seseorang
disana. Dan sebentar lagi mereka akan menikah. Tapi entah, ana tidak merasakan
apapun saat Ahsan mengatakan hal itu. Ana
rasa orang yang ana sukai itu,anta Zam” jelasnya. Aku masih benar-benar tidak
percaya. “Sekarang semua sudah jelas Zam,aku akan bilang pada Abimu dan mempercepat
pernikahan kalian” putus Ayah Azizah.
Tepat dihari
pernikahanku dengan Azizah,semua penduduk
pondok Al-Huda maupun pondok kakek Azizah berkumpul merayakan pernikahan kami.
Kulihat pula, Ahsan dan istrinya. Juga Fahmi dan Ardi.
Kini mereka telah berkeluarga dan hidup bahagia. Aku sempat merasa takut saat
mereka bertiga memberikan salam padaku “Gus Azzam”
Ahsan tersenyum dengan sapa halus bersamaan
dengan Ardi dan Fahmi.
“Kang Ahsan,Fahmi,Ardi. Tak perlu seperti itu. Ndak enak jadinya
saya” Kataku dengan malu pada mereka.
“Sudahlah. Masa lalu biarlah berlalu. Kita semua sudah punya kehidupan baru
sekarang. Terus berjuang ,pertahankan pondok ini Zam” pesan Fahmi. Aku tak bisa mengatakan apapun. Hanya rasa
bahagia dan syukur pada Sang Pencipta yang telah mempertemukan aku dengan
mereka semua.
Ponorogo, 20 Mei 2014
Hasil Karya : Lutfi Aulia S.N
Goresan Sederhana Pecinta Bahasa
Komentar
Posting Komentar